Seberapa Tinggi Tingkat Keimanan Seseorang ?


Gambaran tingkat keimanan orang dalam  beragama adalah sebagai berikut :


Sundari gama  -  Muttaqin  adalah orang yang paling sedikit jumlahnya, yang benar-benar menjalankannya dengan seyakin-yakinnya, disebut yang dekat kepada Allah swt.
Swarna gama  -  Mukmin  adalah orang yang dalam hidupnya sudah menjalani ajaran itu dengan sebenarnya, yakin.
Beragama - Muslim adalah orang yang lagi percaya kepada agamanya dan menerima sebagai pedoman dalam hidupnya

Jadi,  dapatlah kita “menilai” diri kita sendiri, ada di level mana kita sebenarnya. Bukankah ………. Allah swt  berfirman di Qur’an sbb ?

Perhatikan Makananmu


      
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita dengar atau lihat, orang tua “memarahi” anaknya, karena MAKAN MELULU. Atau dalam pameo, disuarakan atau dinasehatkan : jangan makan melulu, sampai LUPA KEWAJIBAN”. Maksudnya, orang hidup memang harus makan, tapi jangan malas bekerja. 

Sampai dalam renungan saya, makan itu memang begitu penting. Bukankah,  walaupun makan , tapi kejadian KURANG GIZI, akan berakibat fatal. Atau terkena penyakit yang tak tersembuhkan ? (malnutrition). Dan bagi yang suka makan, jangan kewatir KARENA SETELAH MATIPUN, makan tetap jadi acara yang tak kan berhenti.

Kenapa Kamu Harus Bersih ?


Pernah saya beberapa kali di tempat, mesjid berbeda, kebetulan “harus” bersebelahan dengan orang yang,…. Ma’af sangat berbau menyengat. Tapi itulah pengalaman, kenyataan yang benar-benar harus saya alami.

Terus terang, sejak saat itu saya bertanya dalam hati, sudah bersihkah aku ? atau, apakah bila aku berbicara dengan orang nanti, mereka tidak terganggu dengan bau mulutku, misalnya.
Sedangkan kebersihan itu, lebih dalam lagi, tidak semata-mata bersih secara fisik, lahir, atau badan saja, tapi  juga secara batin atau moral atau jiwa.

Apakah Suatu Keluarga ”Jelek“ Semuanya, Bila Terdapat Satu Anggotanya “Jelek “?


Adalah kebiasaan diantara kita, bila mendapati suatu keaiban pada seseorang, lalu punya pandangan bahwa memang “keluarganya begitu.” Tapi, baiklah bila kita renungi/ pelajari  ayat dibawah ini dengan seksama. Bukankah Al Qur’an itu pelajaran ?

56:81, Apakah kamu menganggap remeh berita ini (Al Qur’an) ?
39:23,  Allah telah menurunkan PERKATAAN YANG PALING BAIK (yaitu) AL-QUR’AN yang serupa (ayat-ayatnya)  lagi berulang-ulang = HADIST…………….
Hud: 1, Alif, Lam Ra. (inilah) Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi, kemudian dijelaskan secara terperinci , (yang diturunkan) dari sisi (Allah) Yang Maha bijaksana, Mahateliti.

Apapun Agama yang Kamu Yakini, Semuanya Akan Kembali Kepada Allah Yang Maha Esa


Dan apakah itu…. Reinkarnasi ?
Dulu kita menerima pelajaran, bahwa bila mati, didatangi malaikat. Diadili di dalam kubur, setelah selesai,  dengan perhitungan dosa-dosa kita, langsung dibawa/ diantar  masuk surga jannatun na’im.
Tanpa meragukan jalan fikiran ini, bila kita pelajari ayat-ayat berikut, hidup itu belum selesai disitu saja.

Dalam agama Hindu dan Budha disebutkan/ diterangkan, apabila orang mati dalam keadaan” grafik hi-dupnya” di dunia menurun, akan dilahirkan kembali dalam keadaan yang tidak nyaman dari sebelum-nya. Kalau dulunya hidup sebagai orang kaya, lahir berikutnya akan dilahirkan sebagai orang miskin yang sengsara, bahkan kalau dulunya banyak melakukan perbuatan dosa/ jahat, akan lahir kembali sebagai binatang. Sapi, babi atau lainnya. Bukankah itu identik atau mirip dengan apa yang diuraikan dalam Qur-’an ?

Lagi Membaca/ Belajar Al Qur’an


Lama rasanya tidak menulis, menuangkan, apa yang sebetulnya disumbangkan dari fikiran ini, (mudah-mudahan) bermanfaat untuk orang lain /sesama. Dan tentu saja tidak mendatangkan murka Allah.

Sering kita menerima nasehat atau pemberitahuan dari orang-orang tertentu, bahwa belajar sendirian itu TIDAK BAIK akibatnya, bisa tersesat. Sehingga kesan yang diterima, belajar sendiri itu TIDAK BENAR. Harus dengan guru. Menunggu guru yang lebih tahu. Sehingga tidak sedikit yang perlu guru “menunggu guru” atau dalam pencarian guru yang belum ada/ datang itu , dia TAKUT belajar sendiri pada hal keinginan untuk belajar itu benar-benar ingin menjadi baik. (Lebih baik dari keadaan sebelumnya). Terlebih-lebih bila yang hendak dipelajari itu Kitab Qur’an.

Jadi, jika belum ada guru atau dalam keadaan khusus/ tertentu terpaksa harus membuka atau belajar sendiri, apakah tidak boleh ? Dan pasti tersesat ?

Nikmat (dari Allah)


Sesungguhnya kenikmatan itu luas sekali artinya, adalah bagian dari hidup yang dapat kita jangkau dengan fikiran (kebijakan) kita sebagai berikut:
Dalam kehidupan sehari-hari, yang kita alami apapun itu, asal di(kita) rasa enak atau nyaman, kita katakan/ putuskan bahwa itu nikmat. Dan memang itulah yang kita dapat sebagai pengalaman hidup (belajar) ,  dari didikan orang tua ataupun sekolah dan menjadi pandangan hidup/ cara berpikir kita, selanjutnya. Kita dapat menyelami/ ambil contoh sebagai berikut (dalam Qur’an) :

02:47 ……. Hai Bani Isral, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat = selalu diampuni dosa dan kedurhakaannya yang sering mereka ingkarkan terhadap Allah.